LAPORAN
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN
DENGAN PENYAKIT DERMATITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (
epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau
pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (
Djuanda, Adhi, 2007 ).
2. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh
semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah
penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya
secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di
masyarakat.
3. Etiologi
Penyebabnya
secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
- Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
4.
Faktor Predisposisi
- Keringnya kulit.
- Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
- Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak dengan pakaian berlapis.
- Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.
- Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
- Virus dan infeksi lain.
- Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.
5. Gejala klinis
Pada
umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya
bergantung pada stradium penyakitnya.
- Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
- Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
- Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak
awal suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis.
6.
Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan
lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa nyeri
yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan
gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel
kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.
Pathway
Alergen





Dipresentasikan pd sel TH2 è dilepas sitokin (IL-4 & IL-13) è proliferasi sel B è sekresi IgE.

IgE berikatan pd mast cell melalui FcE receptors (FcERI)







|

|




|
|||
|
|||




7. Klasifikasi
i.
Berdasarkan etiologinya dermatitis
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
v Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh
oleh bahan yang menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon
reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi
yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap
sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk
dermatitis kontak yaitu :
·
Dermatitis
kontak iritan
Dermatitis yang
terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit
tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau
kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama
kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain
faktor diatas faktor lain yang mendukung
terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya perbedaan
kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah
teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin
( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah
kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi,
fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling
sering terkena.
·
Dermatitis
kontak alergik.
Merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan
alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode
sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2
fase yaitu:
-
Fase
sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum
akan ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan
istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan
yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah
terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang.
Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal
antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan
mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
·
Fase
elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat
terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel
langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR,
kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen
akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit
maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi
umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa
vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya
terlihat pada permukaan dorsal tangan.
·
Dermatitis
kontak fototoksik
Merupakan
dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar
matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi
serupa dengan dermatitis iritan.
·
Dermatitis
kontak fotoalergik
Menyerupai
dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen
untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan
dermatitis iritan
1.
Dermatitis
Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan
perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering
timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang
pertama tampak kemerahan dan banyak
kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang
lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di
belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat
menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan
utama mencari bantuan.
v Dermatitis medikamentosa
Adalah
kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang
kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya
reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau
menyeluruh.
Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat
diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :
·
Dermatitis
papulosa
·
Dermatitis
vesikulosa
·
Dermatitis
madidans
·
Dermatitis
eksfloliative
Berdasarkan
bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :
- Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau
agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya
mudah pecah sehingga basah.
Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh
sangat gatal, lesi akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm )
kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk
satu lesi karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit
edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan
tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar –
numular.
8.
Pemeriksaan fisik
- Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan
palpasi.
1.
Inspeksi
a.
Higiene
kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum
atas kesehatan seseorang.
b.
Kelainan
yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
·
Makula:
suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar dan
ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
·
Eritema:
suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya:
crysipelas
·
Papula:
suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya
gigitan.
·
Vesikula:
suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, misalnya
cacar air , herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm
disebut bula, misalnya luka bakar.
·
Pustula:
suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi kuman
staphilococcus (bisul ).
·
Ulkus:
suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
·
Crusta:
cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
·
Eksoriasis:
pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
·
Fisurre:
retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini
diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
·
Cicatrix:
pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa
karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu
cicatrix bekas irisan kulit pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG.
·
Petekie:
ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran
kurang dari 1 cm.
·
Hematoma:
pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna
merah, biru, ungu sampai biru.
·
Naevus
pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu daerah
kulit dengan batas tegas.
·
Hiperpigmentasi:
suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya.
·
Vitiligo/hipopigmentasi:
daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada kulit sekitarnya.
·
Tatttoo:
hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
·
Hemangioma:
suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh darah setempat yang
biasanya kongenital.
·
Spider
naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas
bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita sirosis
hepatis.
·
Lichenifikasi:
penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
·
Striae:
suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil,
orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini karena
regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya ).
·
Mongolian
spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal sampai
lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.
·
Uremie
frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang
terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal
”bedak” ureum.
·
Anemi:
pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar
kuku karena kurangnya Hb.
·
Cyanosis:
tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 % akibat
kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan.
·
Ikterus:
warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan
sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.
2.
Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin,
hangat, deman ) kemudian kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan
pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.
a.
Tekstur
kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada
defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe,
diaper-rash (di selangkangan bayi )
akibat popok bayi.
b.
Turgor
dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan
semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c.
Krepitasi
teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura
tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru
bisa berada di bawah kulit dada.
d.
Edema
adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah
semestinya.
9.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Tes Tempel Terbuka.
Pada
uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan
dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
b.
Tes Tempel Tertutup.
Untuk
uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan
yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam
setelah itu hasilnya dievaluasi.
c.
Tes tempel dengan Sinar
Uji
tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan
sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji
tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris
bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu
baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya
dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau
bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam
agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji
tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena
bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan
penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji
tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji
tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
10.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak
iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan
pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
·
Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
·
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
·
Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan
prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit,
makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam
dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel
panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di
dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel
Langerhans.
3)Siklosporin A
3)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau
inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan
alfa hemolitikus, E. coli, Proteus
dan Candida sp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan
antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5) Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat
imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja
dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek
samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang
berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya
dengan pemakaian secara oral.
·
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik
ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus
sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat
respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a,
GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel
penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel
T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay
askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
Diet
Penatalaksanaan
diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional. Alergi
makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau
berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan.
Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi
Protein).
a. Tujuan
diet dermatitis:
·
Memberikan makanan secukupnya tanpa
menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi
frekuensi serangan.
·
Mencapai status gizi yang optimal.
b. Syarat
diet dermatitis:
·
Tinggi Energi, protein, mineral dan
vitamin sesuai dengan kebutuhan.
·
Tidak menggunakan bahan makanan yg
disangka menimbulkan alergi.
c. Bahan
makanan yang dapat menimbulkan alergi:
·
Sumber zat tenaga : beras, gandum,
cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong .
·
Sumber zat pembangun : daging sapi, susu
sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut,
cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur
penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.
·
Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit,
bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka, kurma, peterseli,
brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.
DERMATITIS
MEDIKAMENTOSA
v
Dermatitis medikamentosa yaitu kelainan
hipersensitifitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruam kulit
karena pemakaian internal obat-obat atau medikasi tertentu.
v
Medikasi tertentu cenderung menimbulkan erupsi
dengan tipe yang sama kendati masing-masing orang akan memperlihatkan reaksi
yang berbeda terhadap setiap medikasi.
v
Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak,
memiliki warna yang cerah, memperlihatkan karakteristik yang lebih dramatis
dibandingkan erupsi akibat infeksi yang agak serupa.
v
Ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau
gejala menyeluruh. Jika ditemukan alergi akibat pengobatan, pasien harus
diingatkan bahwa mereka memiliki hipersensitivitas terhadap obat tertentu dan
dinasehati agar tidak menggunakannya kembali.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Menetapkan
bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang
teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
·
Kriteria diagnosis dermatitis kontak
alergik adalah :
-
Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan
satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah
atau sering kontak dengan bahan serupa.
-
Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama
pada tempat kontak.
-
Terdapat tanda-tanda dermatitis
disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi
lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat
kontak.
-
Rasa gatal.
-
Uji tempel dengan bahan yang dicurigai
hasilnya positif.
·
Dermatitis atopik : erupsi kulit yang
bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat
lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2
akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5
yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi
menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
·
Dermatitis numularis : merupakan
dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam
dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
·
Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul
reaksi obat mendadak, ruam dapat
disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
2. Diagnosa
keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan agencedera biologi dan fisik
ditandai dengan pasien bertingkah laku ekspresif (meringis, gelisah)
b.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan
dengan adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
c.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan
pruritus.
d.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit,
trauma atu cedera ditandai dengan perilaku menghindar , monitoring atau
pengakuan dari orang lain, persepsi
mengenai perubahan dalam penampilan, struktur dan fungsi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit, ditandai dengan klien mengatakan tidak mengetahui tentang
penyakitnya, penyebab, juga cara mencegah dan mengatasinya; klien
bertanya-tanya tentang penyakitnya.
3. Intervensi
Keperawatan
No Dx
|
Tujuan & KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
Dx 1
|
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien menunjukkan
perbaikan.
Kriteria
hasil :
Klien
akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan:
-Mengungkapkan peningkatan kenyamanan
kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan
kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan
area kulit yang telah rusak.
|
1. Mandi paling tidak sekali sehari
selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan
setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
2.
Gunakan air hangat jangan panas.
3.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.
Hindari mandi busa.
4.Kolaborasi:
oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per
hari.
|
1. dengan mandi air akan meresap dalam
saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi
untuk mencegah penguapan air dari kulit.
2. air panas menyebabkan vasodilatasi
yang akan meningkatkan pruritus.
3. sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan
alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan
keluhan.
4. salep atau krim akan melembabkan
kulit.
|
Dx 2
|
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat
berkurang
Kriteria
Hasil:
-
Melaporkan nyeri berkurang/
terkontrol.
- Menunjukkan
ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat
dengan tepat.
|
1. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter
dan intensitas skala nyeri (0-10 )
2. Ajarkan tehnik relaksasi progresif,
nafas dalam guided imagery.
3. Kolaborasi: Berikan obat sesuai
indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
|
1.dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk
intervensi selanjutnya.
2. membantu klien untuk mengurangi
persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri
3. pemberian obat membantu mengurangi
efek peradangan.
|
Dx 3
|
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat
secara optimal.
Kriteria
Hasil :
-
Mencapai tidur yang nyenyak.
-
Mempertahankan kondisi lingkungan
yang tepat.
-
Menghindari konsumsi kafein.
-
Mengenali tindakan untuk
meningkatkan tidur.
Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
|
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar
tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
2. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan
yang nyaman meningkatkan relaksasi.
3. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang
tidur.
4. Melaksanakan gerak badan secara
teratur.
5. Mengerjakan hal ritual menjelang
tidur.
|
1. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan
yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering
dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan
3. kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi
4. memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore
hari.
5.Memudahkan peralihan dari keadaan
terjaga ke keadaan tertidur.
|
Dx 4
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien
tercapai.
Kriteria Hasil :
-
Mengembangkan peningkatan kemauan
untuk menerima keadaan diri.
-
Mengikuti dan turut
berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
-
Melaporkan perasaan dalam
pengendalian situasi.
-
Menguatkan kembali dukungan
positif dari diri sendiri.
-
Mengutarakan perhatian terhadap
diri sendiri yang lebih sehat.
-
Menggunakan teknik penyembunyian
kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
|
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari
kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
2. Identifikasi stadium psikososial
terhadap perkembangan.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien
yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
5.Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .
|
1. Gangguan citra diri akan menyertai
setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap
dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra
diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya
3. klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .
5.membantu meningkatkan penerimaan
diri dan sosialisasi.
|
Dx 5
|
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami dan
dijalankan
Kriteria
Hasil :
-
Memiliki pemahaman terhadap
perawatan kulit.
-
Mengikuti terapi dan dapat
menjelaskan alasan terapi.
-
Melaksanakan mandi, pembersihan
dan balutan basah sesuai program.
-
Menggunakan obat topikal dengan
tepat.
Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
|
1. Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang
penyakitnya.
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
3. Peragakan
penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
4. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan. |
1. memberikan data
dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
2. Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka
lakukan, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. memungkinkan klien
memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4. dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk
kambuh kembali.
|
4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi
Dx 1 : -Mengungkapkan peningkatan
kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan
kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan
area kulit yang telah rusak.
Dx 2 : - Melaporkan nyeri berkurang/
terkontrol.
- Menunjukkan
ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam
aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Dx 3 :- Mencapai tidur yang nyenyak.
-Mempertahankan kondisi lingkungan yang
tepat.
-Menghindari konsumsi kafein.
-Mengenali tindakan
untuk meningkatkan tidur.
Dx 4 : Mengembangkan peningkatan kemauan
untuk menerima keadaan diri.
-
Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam
tindakan perawatan diri.
-
Melaporkan perasaan dalam pengendalian
situasi.
-
Menguatkan kembali dukungan positif dari
diri sendiri.
-
Mengutarakan
perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
-
Menggunakan teknik penyembunyian
kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
Dx 5 : Memiliki pemahaman terhadap
perawatan kulit.
-
Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan
terapi.
-
Melaksanakan mandi, pembersihan dan
balutan basah sesuai program.
-
Menggunakan obat topikal dengan tepat.
Memahami pentingnya
nutrisi untuk kesehatan kulit.
Daftar
Pustaka
Panduan
Diagnosa Keperaewatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: Prima Medika.
Djuanda, Adhi dkk.
2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: FKUI.
Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar